Selama
 beberapa lama pondokan diramaikan kalimat tauhid di ucapkan si Burung 
Beo. Memberikan suasana dzikir para santri semakin berwarna. Ada 
kebanggaaan sendiri melihat seekor burung bersuara kalimat tauhid. 
Tahun
 berganti tahun. Suatu pagi kiayi memberikan makan seperti biasa untuk 
Beo kebanggaan itu. Ada yang aneh dari Beo yang tak seperti biasanya. 
Lincah, berputar-putar 360 derajat, makan minum dan mengucapkan kalimat 
tuhid. Kali ini Beo begitu lunlai. Diperhatikannya Beo oleh Pak Kiayi 
yang semain lama semakin menunduk. Tak berapa lama Beo terjatuh dari 
tenggerannya. ”Plak”. Burung beo terjatuh di dasar sangkar luas itu. 
Konstan kiayi sedih dan menangis. Sejak saat itu beliau selalu menangis,
 bahkan saat mengajar. Hingga beberapa hari tak reda sedihnya. Hal ini 
membuat santri khawatir akan kondisi Pak Kiayi. Suatu hari seluruh 
santri berkumpul untuk membicarakan solusi agar Kiayi tidak lagi 
bersedih. Mereka sepakat untuk mengumpulkan sebagian uang jajan untuk 
membelikan se-ekor Beo untuk Pak Kiayi. Mereka benar-benar mengira 
kesedihan Pak Kiayi disebabkan matinya beo terdahulu yang sangat di 
banggakan oleh seluruh seantero pondokan.
Pada
 suatu pagi seusai sholat subuh berjamaah sebelum kuliah subuh. 
Perwakilan salah satu santri memberanikan diri untuk berbicara 
mengutarakan rencana santri se pondokan yang akan mengganti beo yang 
meninggal dan memberikan uang yang telah terkumpul dan dikira cukup 
membeli seeokr Beo.
Santri: Assalamu’alaykum Wr Wb, Afwan Kiayi ana mohon izin berbicara sebelum kuliah subuh dimualai
Kiayi: Silahkan, apa yang akan kau sampaikan?
Santri:
 Kemarin kami semua berkumpul dan bermusyawarah bagaiamana mencari 
solusi agar Kiayi tak bersedih lagi karena beo yang telah mati. Kita 
bisa menggantinya insyaAllah.
Kiayi
 : Alhamdulillah, hari ini saya melihat persaudaraan antar santri yang 
semakin erat. Walaupun kalian dari berbagai suku tetapi dapat disatukan 
menjadi saudara dengan balutan Iman kepada Allah. Tidak ada lagi sekat lagi karena golongan darah atau saudara sedarah. Kalian telah menunjukkan persaudaraan kalian didasarkan karena cinta Pada Allah. Subhanallah. Jaga itu.
Santri: ????
Santri semakin bingung. Kiayi meneruskan ceritanya kenapa dia bersedih.
Kiayi : Kalian tahu kenapa aku bersedih. Kalian menyaksikan aku mengajarkan kalimat Tauhid (Laillahaillallah....) kepada
 Beo itu bertahun-tahun dan dia lancar mengucapkannya selama beberapa 
tahun juga. Tahukah yang sangat membuat sedih hingga kini? Aku sedih 
karena burung Beo yang telah kuajarkan kalimat tadi ternyata ketika 
sakaratul maut hanya berbunyi, “Kheeeeek”. Ya itu saja yang di suarakan 
beo itu. Padahal aku mengajarkannya bertahun-tahun mengucapkan kalimat 
tauhid. Inilah yang membuat aku bersedih dan melakukan instropeksi diri.
 Apakah nanti di penghujung sakaratul maut aku juga akan seperti Beo 
itu. Padahal aku selalu mengajarkan kalimat Tauhid dan selalu ber 
ibadah. Hari ini aku berpesan kepada kalian semua untuk terus 
meningkatkan ibadah kita secara sungguh-sungguh. Dan jangan ada penyakit
 dalam hati kita.
Serentak
 Pondokan hening. Seluruhnya menunduk dan menangis tersedu. Beberapa 
santri berpelukkan dan saling meminta maaf kepada saudara lainnya. Dalam
 konsisi seperti ini ada satu pertanyaan, “Bagaimana dengan kita 
semua?”......Malam ganjil, 25 Ramadhan 1429 H.
http://ya2nya2n.multiply.com
--------------------------------------
Artikel adalah original buatan saya, karena Multiply akan menghapus feature BLOG
maka saya pindahan content Blog Multiply saya ke Blogspot ini.
Source: http://ya2nya2n.multiply.com
 
 
No comments:
Post a Comment