”Istriku, Zeni dan Zena, hari ini ayah mendapat rezeki tak terhingga
bahkan diprediksi sampai 20 tahun kedepan laba dari saham-saham dan perusahaan
ayah akan terus mengalir tiada henti, Alhamdulillah.”
Ayahku
mengumumkannya di makan malam keluarga yang biasa kami lakukan di meja
makan bersejarah. Meja makan yang tak pernagh tergantikan sejak kami
tinggal di pinggiran kota Jakarta hingga Rumah kami ada di tengah-tengah
pusat kota Jakarta yang sangat strategis. Ayah menyebutkan bahwa meja
makan ini sangat bersejarah dan tak kan tergantikan. Walaupun terlihat
sudah tak sesuai trend meja makan saat ini tapi setidaknya tak pernah
rusak, kuat rayap-pun tak mampu menggigitnya kecuali akan tanggal
gigi-giginya tak tersisa. ”Buatan Jepara Asli, kuat sampai 200 tahun.”
Ayahku berkata suatu hari menceritakan sejarah meja makan ini.
”Alhamdulillah”,
itu adalah ucapan syukur yang terakhir dari ayah. Seingatku sejak itu
arah tujuan hidup Ayah dan keluarga Subronto ini berubah drastis. Jarang
sekali kudengar Tasbih, Tahmid atau sekedar mengucapkan salam saat kami
meninggalkan meja makan. Karena hanya tinggal Aku dan pembantuku saja
yang tersisa di meja makan ini. Tempat bertemu kami di meja makan
bersejarah menurut Ayah sepi sudah.
Dalam
lamunan malam, satu suap makanan yang ada di hadapan tak sanggup lagi
tertelan bahkan tak sanggup mengangkat sendok apalagi membelah daging
stik yang ada di hadapanku. Begitu berlimpah hidangan di hadapanku.
Untuk 4 orang namun hanya aku yang duduk disini di meja makan kenangan.
”Non Zena, kenapa? Ndak enak ya makanan yang bibi buatkan.” dengan lembut bibi imah mencoba berbincang denganku.
Inilah
yang kukhawatirkan ketika bibi bertanya dan khawatir makanan yang di
buatnya tidak enak. Padahal masakan bibi adalah masakan yang sejak ayah
dan ibuku berada di rumah yang elite ini sebelum masa sukses begitu
dirindukan karena terjamin kelezatannya. Setiap masakannya akan habis
tanpa sisa di meja makan. Terlebih Zeni adikku bisa 2 kali menambah
porsi makanannya. Tidak ada satupun dari keluargaku yang menginginkan
makan di luar. Masakan Bibi dapat mengalahkan masakan koki-koki terkenal
bintang lima.
”Ndak,
kok bi! Biarlah zena memandangi makanan ini terlebih dahulu. Mengenang
masa-masa lalu saat meja makan ini penuh canda, tawa, mimpi dan motivasi
hingga tangis.”
”Indah ya Bi, kalau masih seperti dulu, suasana makan malam keluarga ini.”
Semuanya
bermula dari kesuksesan demi kesuksesan yang di raih Ayah. Saham-saham
yang dimiliki hingga Perusahaannya telah memiliki 1000 lebih karyawan
tersebar di Indonesia dan di beberapa negara. Sebenarnya Ayah tak
berubah masih memperhatikan kedua anaknya yang begitu di cintai apalagi
Ibu. Walau kini mereka berdua semakin sering melancong dengan alasan
bisnis ke luar negeri tetap saja mengontrol kami setiap hari.
”Zena,
ibu di Italia sekarang. Kalau butuh apapun kemarin sudah ibu beritahu
sekretaris unuk mentransfer uang ke rekeningmu. Jadi kau bisa melakukan
apa pun yang dibutuhkan. Oh, ya Ibu akan Pulang dua minggu lagi karena
Ayah akan melihat perusahaannya di Mesir dan Argentina. Baik-baik ya.
Jaga Zeni.”. “Klik”
Telepon
terputus tanpa menungguku mengatakan sepatah katapun menuangkan
keresahan hatiku. Pernah ku check tabunganku yang tak kusangka berisi
seharga 1 mobil Honda Jazz. Aku tak pernah menggunakannya selain untuk
membayar uang kuliahku setiap semester dan membeli buku serta keperluan
pokok sehari-hariku. Namun yang begitu kukhawatirkan adalah Zeni.
Seminggu yang lalu ia diam-diam membeli mobil sedan ter gress saat ini.
Saat kutanya adikku hanya mengatakan untuk mempermudah berpegian
sekolah. Tak jarang kini kulihat adikku datang kerumah dengan mengajak
teman laki-laki di kala tengah malam. Sudah kuingatkan, namun tetap saja
dia berkeras dengan pendiriannya bahwa dia tidak melakukan apa-apa
hanya berbincang.
Selesai
makan malam yang kulewati setiap hari dengan sepi ditemani bi, Imah.
Yang kini tak pernah kuhabiskan masakannya karena begitu menumpuknya
pikiran yang ada di kepalaku. Maafkan aku, Bi. Tak pernah lagi
menghargai makanan yang harusnya lezat tapi tak pernah kuhabiskan lagi
di setiap malam selama ini.
Entah
apa lagi yang harus kuperbuat. Semuanya telah berubaht seiring
kesuksesan yang di raih Ayah. Uang yang mengalir dengan prediksi 20
tahun kedepan tak habis. Bahkan Ayah pernah berkata apabila kami ingin
membeli Rumah di Singapura atau Inggris tinggal bilang saja. Sekretaris
yang akan mengurusnya. Aku jadi teringat saat SMP. Untuk membayar SPP-ku
Ayah berkorban untuk berpuasa Daud demi menghemat ongkos dan
menggunakannya untuk membayar SPP-ku. Setiap malam selesai makan di meja
makan bersejarah kami berdoa bersama kemudian menuju musholla kecil
yang sebenarnya ruang tamu yang disulap dapat digunakan untuk sholat
berjamaah keluarga saat rumah kami masih di pinggiran Jakarta. Kami
Sholat dua Rakaat dan berdoa bersama kemudian menuju ruang tidur kami
masing-masing sambil bersalaman dan Ayah tidak pernah lupa mencium
keningku dan mengelus rambutku. Ibu berdoa kecil di telinga kami, “Jadi
anak yang sholehah ya Zena, jangan lupakan berdoa untuk ibu dan ayah”. </P>
“Ya,
Allah, Aku masih mendoakan Ayah dan Ibuku hingga saat ini bahkan
kutambah agar mereka segera sadar bahwa harta yang telah didapat telah
melenakan, Kembalikan ingatan mereka saat susah dulu Ya Allah, agar
Syukurlah yang selalu menggema di rumah kami kembali”.
Malam
semakin larut menelan mahluk dari ufuk barat hingg ufuk timur akan
terang benderang kembali. Aku tertidur di ruangan kecil di halaman rumah
megah kami. Yang di sebut Ayah Musholla yang kini tak sempat lagi
digunakannya untuk sholat berjamaah bersama lagi. Mereka sibuk
berkeliling dari perusahaan yang satu ke perusahaan yang lain. Dari
perjalan bisnis yang lain ke perjalanan bisnis yang penuh optimisme
menambah kesuksesan mereka.
Pernah
aku bertanya pada Ayah untuk apa harta yang begitu melimpah ini. Ayah
menjawab untuk kami berdua anak Ayah tercinta. Subuh akan menjelang,
mata terus berkaca di setiap malam. Menangis merintih,
“Aku tak menginginkan kekayaan ini, Ayah.
Aku tak berharap harta merubah segalanya, Ibu.
Aku hanya berharap temani aku di malam ini
Kita baca surat cinta Allah untuk mahluknya dengan mendayu dan khusyu
Sebagai rasa Syukur kita atas nikmat hari ini dan esok yang akan datang.
Ya, Allah..apakah yang harus kuperbuat untuk berusaha mengembalikan suasana keluarga ini seperti dulu. ”
Hingga
Subuh tiba tetap saja aku bersimpuh sendiri,kecuali Bi, Imah mengajak
berjamaah. Sekarang hanya bi Imah yang menemaniku di hari-hari panjang
yang harus kuhadapi. Zeni tak pernah bangun walau kuketuk keras pintu
kamarnya. Kebiasannya pulang dini hari menjadikannya melupakan
kewajibannya.
Apakah
ini azab Allah untuk keluarga kami. Dalam dzikir kusadari Allah SWT tak
hanya memberikan ujian dengan Miskin, Sakit, Bahagia bahkan juga dengan
kekayaan dan kesuksesan. Ya., Mungkin seperti keluargaku seperti ini.
Apakah akan terus berlangsung sampai 20 tahun kedepan seperti prediksi
Ayah akan kesuksesan yang dicapainya. ”Jangan....jangan...Ya Allah,
bahkan aku ridho apabila kiamat hari ini agar azab di yaumil akhir kelak
tak berat kami jalankan. Sebelum kelalaian terlanjur begitu lama.”.
Tangisku
semakn memecah ruangan kecil....kemudian kusandarkan kepala ini di
pangkuan Bi, Imah. Dia membelaiku dengan lembut. Sejenak mataku gelap.
Nafasku mulai tersengal, kuucapkan ”Syahadat pelan kuucapkan, AsyhaduAllaillahaillallah Wa AsyhaduannaMuhammadarrasulullah”. Dunia gelap, senyap dan beitu henyap. Bibi tak sadar masih mengelus kepalaku. Hingga
pagi terang. Penyakit Jantung telah menjangkit dan datang tiba-tiba.
Tak ada desah nafas tersisa. Bi Imah bergegas berteriak-teriak. Memecah
rumah megah tanpa penghuni. Zeni tertelungkup mengeluarkan busa dan
cairan lainnya melalui hidung dan telinga. Obat terlarang merenggutnya.
Ayah dan Ibu entah di bagian benua mana.
Bi, Imah berteriak meronta, dan tak ada satupun yang mendengar......
- rumah ide –
- untuk semua orang yang memuja kekayaan dunia yang fana –
- di tulis di kebayoran baru – JakSel –
- al iyan –
- 14.10 – 03 januari 2007 –
--------------------------------------
Artikel adalah original buatan saya, karena Multiply akan menghapus feature BLOG
maka saya pindahan content Blog saya ke Blogspot ini.
Source: http://ya2nya2n.multiply.com
No comments:
Post a Comment