Wednesday, September 19, 2012

(LANJUTAN) KISAH PILU SEBUAH RANSEL 2


Malam berganti. Pagi tiba kini. Tak terasa masih kupeluk tas ransel ini. Segera bangun dan menuju ruang keluarga, aku melangkah agak gontai sambil membawa tas ransel. Kulihat seluruh anggota keluargaku telah duduk disana. Terlihat kelelahan dan mengalami shock yang amat dalam. Tertunduk lemas memandangi kaki-kaki yang  kini terlihat seperti jarum-jarum jahit tumpul yang tak mampu melubangi kain sutra. Seperti anggota PASKHAS TNI yang telah kalah perang. Yang strateginya di telan mentah-mentah oleh musuh. Motto Vini, Vidi dan Vici seakan telah berganti seiring tertunduknya jiwa-jiwa yang kelelahan dengan motto yang sama dengan tambahan dua huruf ”N dan ”O” di setiap depan kata bernada semangat itu. Namun bila di tambah dua huruf tadi menjadikannya seperti nasib lesu politisi yang kalah dalam pemilu bukan karena menyesali kekalahannya tapi memikirkan berapa banyak rupiah yang telah di buangnya untuk ambisi sebuah jabatan. Dan di dalam hatinya berkata, ”harus jualan jengkol lagi nich untuk mulai lagi mengganti uang yang telah habis,”. Lalu berteriak keras, ”Tunggu aku kebon jengkol! Akan kupetik engkau lagi. Kau masih idolaku karena tak jadi kugantikan engkau dengan burger atau stik”. Maka sambil menangis selama 2 bulan politisi itu hanya mampu memandangi pohon jengkol dari balik jendelanya.

Atau juga seperti pencopet yang mencopet sebuah dompet dari seorang ibu tua di bis kota yang padat tapi sukses tertangkap ratusan massa dan tak berbentuk lagi muka yang tak bisa dibilang ganteng itu. Tapi bukan karena ia dipukuli yang di sesali tapi yang amat sangat sekali disesali adalah bahwa di dompet yang dicopetnya hanya berisi tusuk gigi dengan bentuk yang di ukir cantik dan sebuah tulisan yang menggondokkan jiwa pencopetnya. Karena sambil menangis dan tertunduk lesu ia mengatakan kepada ratusan massa yang memukulinya laksana samsak yang digunakan latihan ChrisJohn. Bedanya samsak ChrisJohn akan utuh kembali lagi membentuk dirinya karena berisi busa keras. Namun samsak empuk ini adalah wajah kriminil pencopet yang akan kembali seperti semula setelah terlebih dahulu bengkak-bengkak dan kembali seperti sediakala setelah 2 bulan kemudian dengan tanda yang setahun baru hilang. Ya tanda biru legam akan men-capnya. Dengan semboyan, ”KO”. Di bacanya keras-keras di hadapan petinju dadakan jalanan itu.

”Mohon maaf aku pencopet gagal....ya....GAGAL TOTAL”. Pencopet sambil menangis haru.

Ya keluargaku kini laksana PASKHAS yang kalah perang dan strategi dengan semboyannya kini.

”NO VIDI, NO VINI, NO VICI dan yang terakhir adalah NO COMMENT. Seperti perkataan artis-artis yang jaim menghadapi kejaran infotainment. Ya kini keluargaku sedang mengatakan NO COMMENT pada suara apapun yang terdengar sambil menundukkan wajahnya. Termasuk suaraku yang tak digubris. Kuletakkan tas ransel diatas meja tak berkata hanya tertunduk kini memandangi tas ransel entah sampai kapan. Kami selayaknya memandangi kue apem yang telah tergeletak selama 5 tahun tak pernah di makan si empunya. Semuanya hanya memindahkan tangannya dari pipinya berpindah-pindah sambil menghela nafas panjang yang terdengar orang-orang yang tidak lulus ujian PNS, ”Huh.......kalah banyak gue...kasih pelicinnya”. Begitulah kami tanpa sepatah katapun.

Hingga suara salam memecah kesunyian pagi yang cerah. Seperti lagu Peterpan yang berganti judul menjadi ”Pagi Yang Gak Ada Cerahnya”. Sebentar kemudian terdengar suara menggema layaknya lagu Opick, ”Assalamualaikum ya Akhi ya Ukhti....apa kabar hai saudaraku......semoga Allah memberkahimu.....”. Sampai lagunya di ulang tiga kali tak ada yang menjawabnya. Aku membayangkan andai saja Opick yang menyanyikannya dan harus mengulangnya sampai tiga kali lagu tersebut pasti bisa-bisa pingsan. Kasihan. Kucoba memecah kebisuan dan kelesuan. Kujawab salam itu. ”Wa’alaikumusalam Wr Wb”.

Alangkah kagetnya aku. Seperti mercon berbentuk rawit berjumlah sepuluh yang setelah itu disambung mercon sebesar toples tempat menyimpan emping yang biasa dipakai ibuku. Kagetku kira-kira sama seperti ini.

”tar....”,
”tar...”, ”tar...”,
”tar...”, ”tar...”, ”tar...”,
”tar...”, ”tar...”, ”tar...”, dan satu lagi suara mercon sebesar toples pasti berbunyi keras. Kututup kupingku lekat-lekat. Kuyakin suara nuklirpun tak kan terdengar kini. Benar saja tak terdengar suara. Karena menurut orang yang ada disekelilingku kini mercon yang paling besar hanya berbunyi......

”BLEBEK....BLEBEK........”

Ah, ternyata merconnya sembleb kata anak kecil yang hobi main mercon setiap bulan puasa tiba. Biasanya anak-anak kecil lainnya kesal bukan kepalang dan berteriak-teriak menggoda temannya yang baru saja menyalakan petasan dan berbunyi sembleb. ”Petasan sembleb...petasan sembleb....petasan sembleb.......”.

Kagetnya aku. Tiga orang di depan rumahku. Setidaknya ada Pak RT, Pak Sumadji. Pak RW. Pak Mali dan Pak Lurah, Pak Sundoro. Oh tidak satu orang lagi baru datang minta di absen olehku. Ternyata Pak Camat ada datang terlambat terengah-engah nafasnya dan seperti anak murid yang telat sambil memegangi dengkulnya seperti baru saja dihukum guru olahraga untk jalan bebek dari depan pagar sekolah dan berkata, ”besok saya gak akan telat lagi...besok saya gak akan telat lagi....”. Ya Pak Camat, Pak Mislan bin balbalansindo. Lengkap sudah. Jajaran pemerintahan Grassroad datang kerumahku entah ada apa. Apa Ayah lupa bayar Pajak sampai di hampiri seperti ini, atau lupa bayar uang kebersihan selama 10 tahun yang padahal tiap bulan ditagih bang Ma’un. Ah tidak. Paling enggak aku yakin keluargaku termasuk teladan karena di 17-an lalu mendapat keluarga teladan se Kecamatan Duren Sawit. Walaupun hanya karena ibu suka menanam pohon di depan rumah dan karena tanaman sudah tidak muat di halaman rumah maka ibu sering membawanya ke Taman Kecamatan dan menanamnya kesana hampir di setiap akhir pekan. Menurutku penilaian yang aneh dari juri. Tapi setidaknya sebuah piala ada di rumahku dan beberapa set alat kebersihan.

”Wa’alaikumussalam Wr. Wb...” lalu kupersilahkan masuk pejabat grassroad itu.

Serentak sekeluarga kaget melihat pejabat-pejabat hadir di ruang tamu. Ayah dan Ibu segera berhamburan menyalami layaknya abdi dalem menyalami Raja.

”Monggo toh Pak. Pinarak Rien....”, ayahku berkata  
”Ono opo yo..bapak-bapak pejabat mampir neng ngomah seng ora apik iki?”, Ibuku berbasa-basi karena aku hapal benar setiap ada tamu akan di sambut dengan kata-kata tersebut.

Pejabat-pejabat itu pun duduk sambil tersenyum dan berkata layaknya politisi umumnya. ”Terimakasih, Pak Yanto kita hanya silaturahmi saja”. Aku melihat kebingungan di pejabat-pejabat ini. Untuk mengucapkan kata-kata tadi saja sampai kikuk. Terlihat jelas saat Pak RT akan berbicara baru saja akan membuka mulutnya ia menoleh sejenak ke Pak RW, akhirnya karena tidak enak ada di urungkan niatnya. Pak RW kini punya hak berkata namun ia menoleh kembali ke Pak Lurah dan juga mengurungkan niatnya untuk berkata. Pak Lurah seakan merasa dirinya yang harus mengatakan sesuatu sampai Pak Camat berdehem kecil layaknya menahan batuk. ”Ehm..Ehm...” akhirnya Pak Lurah Mengerti dan segera berkata merendah seperti anak kucing yang merelakan induknya menghabiskan Ayam hasil menguntit di dapur.

”Kami semua datang kesini karena dini hari ditelepon KaPolRes Bekasi mengenai Tas Ransel itu” Ucap Pak Camat.

”Ya, Tas Ransel yang sempat menggemparkan kampung kita 5 tahun yang lalu”, Sambung Pak Lurah yang sempat juga mengamati kegemparan salah satu daerahnya.

Mau tak mau Ayah bergantian menjelaskan kejadian-demi kejadian dari yang kami sekeluarga alami tadi malam. Tentang tas Ransel yang selalu saja sulit di enyahkan dari keluarga kami. Sampai-sampai saat ini pejabat grassroad kerumahku. Yang menurut kami adalah hal yang amat luar biasa.

”Kami siap membantu..” pejabat-pejabat itu serempak mengulurkan tangan untuk membantu keluarga kami menawarkan sebuah solusi.

”Whooooooosssssss....” segera angin kutub utara, selatan dan sedikit sejuknya udara puncak memberikan kesegaran kami sekeluarga. Pejabat GrassRoad akan membantu kami. Dengan solusinya. Luar biasa dalam hatiku. Lalu ayah bertanya, ”Bagaimana caranya Pak Camat, Pak Lurah, Pak RW, Pak RT”. Dipanggilnya borongan.

”Bagini pak kita akan adakan selamatan nanti malam agar tidak ada lagi hal-hal aneh yang di timbulkan dari tas ransel itu. Sampai merepotkan kita semua”. Pak Lurah berkata seakan ada unsur magis dari tas Ranselku. Aku diam saja karena sudah menjadi rahasia umum sejak pemilihan Lurah di adakan di kampungku selama tujuh hari tujuh malam seluruh kampung yang di naungi kelurahan harus rela berbau harum campuran kembang tujuh rupa dan kemenyan. Toch warga lain tak keberatan karena bagi mereka yang tidak pernah tersentuh minyak wangi di kesehariannya harum itu adalah berarti harum minyak wangi gratis. Ada-ada saja di pemilihan Lurah di kampungku.

Selanjutnya masalah baru muncul dimana akan mengadakan selamatannya?. Kembali lagi bau birokratis muncul. Saat Pak RT akan menawarkan rumahnya di jadikan tempat Selamatan kini hatinya tak enak dengan Pak RW. Dan ketika Pak RW akan menawarkan rumahnya juga di hatinya ada setitik niat yang harus diurungkan ketika Pak Lurah sudah memajukkan tubuhnya seraya akan bicara. Dan ketika Pak Lurah baru berucap, ”di....”. Segera Pak Camat batuk sejadi-jadinya. ”Ughuk...ughukk....ughuk.....biar di rumah saya saja...”. akhirnya semua rela sudah sambil bengong mengangguk.

”Oke nanti malam bawa tas ransel itu kerumah. Dan tolong untuk Pak RT, RW dan Lurah mengundang sekitar 500 orang. Saya tunggu Ba’da Isya. Saya akan segera menyiapkan segalanya. Oh ya sekali lagi jangan lupa bawa ranselnya...”. sambil berkata Pak Camat segera Bangkit dan pamit keluar ruangan di ikuti pejabat teras lainnya.

Alhamdulillah kami sekeluarga agak tenang kini. Nanti malam semoga menjadi solusi kami untuk mengenyahkan Ransel itu. Pagi itu seperti pasukan keamanan PBB datang menghampiri kami layaknya tim basket nasional amerika yang akan memperebutkan medali emas di Olimpiade China dan di beri nama ”The Dream Team”. Kami memutuskan datang setelah sholat Maghrib. Berencana sholat Isya disana di rumah Pak Camat. Beberapa tenda telah dipasang begitu megah. Sound system juga di pasang lengkap. Kalau melihat suasana yang terang ini seperti ada pernikahan pembesar tahun ini. Begitu megah. Dan sedikit bangga tentunya pengantinnya ya Tas Ranselku yang kini kupegang. Namun terkesan magis sekali tempat yang terang ini. Bau harumnya mirip seperti saat akan ada pemilihan kepala daerah. Apa mungkin Para Pejabat Grasroad menggunakan bantuan ........(tuittt...sensor) biarlah ada yang Maha Kuasa.

Sejam kemudian hampir seribuan orang hadir. Dari ustadz, kiayi, orang tua, anak muda, mahasiswa, pelajar hadir. Dalam hati kelauargaku apakah benar samapai tersohornya seperti ini ranselku. Sudahlah tak usah berpikir terlalu berat. Semoga dengan acara selamatan ini ada hal baik yang kudapat. Satu jam duduk bersama hampir seribu peserta selamatan akhirnya usai sudah. Waktunya pulang. TasRanselku masih di dalam kurungan ayam jago. Seperti besok akan ada pertarungan akbar jawara-jawara Ayam Jago antar kampung. Tasku dikelilingi kembang tujuh rupa, dan kemenyan. Ah ada-ada saja Pak Camat. Seperti ada sesuatu yang amat di takuti dari aura tas ranselku. Tetapi setidaknya ada sedikit solusi. Satu demi satu peserta pulang menuju rumahnya masing-masing termasuk kami sekeluarga. Kami berpamitan dengan pejabat teras itu yang kini mereka berbincang memandangi tas ranselku. Biarlah. Toh kita sekeluarga telah tenang kini.

Malam ini terasa indah kini layaknya lagu dangdut Elvie Sukaesih yang berjudul malam, kira-kira aku masih sedikit hapal lyricnya, ”Malam ini..malam terindah bagi kita...karena ranselku sudah tidak ada...” hwahaa.....hwahaaaa qe qe qe.....  seluruh keluarga telah lelah dan tujuan utama mereka adalah kamar masing-masing dann segera berbaring dengan rasa lega tak terkira seperti tim penjinak bom yang berhasil menjinakkan bom sebesar tabung gas 50 kg. Dan aku, sambil berbaring kukatakan tim khusus dari PBB berhasil gumamku mengenyahkan ranselku. Dan aku.......<(-_-)>. Zzzzzzzz....zzzzzzz....zzzzzz.

* * * * *
Tujuh hari sudah berlalu. Berarti ibu sudah menanam pohon perdananya setelah di sibukkan urusan ransel. Rasanya hidup kami sekeluarga kembali normal seperti biasanya. Bahkan kami siap meraih piala Adipura untuk cabang keluarga. Sampai suatu pagi saat kami berbincang. Terdengar di depan rumah suara anak kecil memanggil-memanggilku.

”Mas...mas......mas.....Assalamualaikum......”.

Kulihat segera, ya seorang anak kecil dengan kantong kresek hitam besar di tangannya yang halus dan terlihat terengah-engah nafasnya. Kutanya segera padanya, ”Ada Apa dik sepertinya ada sesuatu yang mau disampaikan.”

””Ini mas mau mengembalikan ini...kata ayah semenjak ada benda ini proyek-proyek ayah gak pernah tembus selalu di hadang dan ada halangannya. Ayah menyuruh mengembalikan dan berpesan kalau bisa segera di buang benda ini”.

Diletakkan plastik kresek besar warna hitam di hadapanku. Tanpa permisi anak kecil itu segera berbalik dan bersiap seperti sprinter 100 m. Saa bunyi tembakkan terdengar segera hilang di balik gang-gang. Aku makin gusar dengan isi barang ini. Dan siapa sebenarnya anak tadi. Kugapai kresek itu dan alangkah terkejutnya. Aku segera menangis sedikit meronta saja. Mengeluarkan air mata seperti bintang-bintang sinetron masa kini yang sedang berakting menangis namun dengan bantuan obat tetes mata agar terlihat sungguhan. Bedanya aku berakting sungguhan artinya sedih beneran.
Seperti baru saja melihat setan mata tiga, segera ku ucapkan secara spontan, ”Astaghfirullahal’adzim”. ”he he..he he hiks..hiks (menangis)” keluaraku segera berhamburan dan membuka isi kantong plastik besar  yang baru saja kulihat dan nasibnya sama dimulai dari ayahku. Dan ia menangis jaim. Kemudian ibuku penasaran dilihatnya dan menangislah ibuku menjerit. Kemudian kakakku dan adikku yang janjian untuk membuka dan melihatnya bersamaan. Akhirnya bernasib sama. Menangis tersedu layaknya habis putus cinta. Dan kami sekeluarga menangis dalam pelukan bersama sambil memandangi tas ransel berbungkus kresek hitam......

”hiks...hiks..hiks...hweeeeee ’e ’e ’e..hiks...hiks...hiks....hweheeeee’e ’e ’e”

Dan kami sekeluarga terlarut kembali dalam kisah pilu sebuah tas ransel penuh kenangan......(bersambung ke lanjutan ke 3)

-         al iyan –
-         untuk semua orang agar kembali tersenyum hari ini –
-         rumah ide – rawadas – 04 February 2008 -
-         02.53 – 

--------------------------------------
Artikel adalah original buatan saya, karena Multiply akan menghapus feature BLOG
maka saya pindahan content Blog Multiply saya ke Blogspot ini.

Source: http://ya2nya2n.multiply.com

No comments:

Post a Comment