Malam berganti. Pagi tiba kini. Tak
terasa masih kupeluk tas ransel ini. Segera bangun dan menuju ruang
keluarga, aku melangkah agak gontai sambil membawa tas ransel. Kulihat
seluruh anggota keluargaku telah duduk disana. Terlihat kelelahan dan
mengalami shock yang amat dalam. Tertunduk lemas memandangi kaki-kaki
yang kini terlihat seperti
jarum-jarum jahit tumpul yang tak mampu melubangi kain sutra. Seperti
anggota PASKHAS TNI yang telah kalah perang. Yang strateginya di telan
mentah-mentah oleh musuh. Motto Vini, Vidi dan Vici seakan telah
berganti seiring tertunduknya jiwa-jiwa yang kelelahan dengan motto yang
sama dengan tambahan dua huruf ”N dan ”O” di setiap depan kata bernada
semangat itu. Namun bila di tambah dua huruf tadi menjadikannya seperti
nasib lesu politisi yang kalah dalam pemilu bukan karena menyesali
kekalahannya tapi memikirkan berapa banyak rupiah yang telah di buangnya
untuk ambisi sebuah jabatan. Dan di dalam hatinya berkata, ”harus
jualan jengkol lagi nich untuk mulai lagi mengganti uang yang telah
habis,”. Lalu berteriak keras, ”Tunggu aku kebon jengkol! Akan kupetik
engkau lagi. Kau masih idolaku karena tak jadi kugantikan engkau dengan
burger atau stik”. Maka sambil menangis selama 2 bulan politisi itu
hanya mampu memandangi pohon jengkol dari balik jendelanya.
Atau
juga seperti pencopet yang mencopet sebuah dompet dari seorang ibu tua
di bis kota yang padat tapi sukses tertangkap ratusan massa dan tak
berbentuk lagi muka yang tak bisa dibilang ganteng itu. Tapi bukan
karena ia dipukuli yang di sesali tapi yang amat sangat sekali disesali
adalah bahwa di dompet yang dicopetnya hanya berisi tusuk gigi dengan
bentuk yang di ukir cantik dan sebuah tulisan yang menggondokkan jiwa
pencopetnya. Karena sambil menangis dan tertunduk lesu ia mengatakan
kepada ratusan massa yang memukulinya laksana samsak yang digunakan
latihan ChrisJohn. Bedanya samsak ChrisJohn akan utuh kembali lagi
membentuk dirinya karena berisi busa keras. Namun samsak empuk ini
adalah wajah kriminil pencopet yang akan kembali seperti semula setelah
terlebih dahulu bengkak-bengkak dan kembali seperti sediakala setelah 2
bulan kemudian dengan tanda yang setahun baru hilang. Ya tanda biru
legam akan men-capnya. Dengan semboyan, ”KO”. Di bacanya keras-keras di hadapan petinju dadakan jalanan itu.
”Mohon maaf aku pencopet gagal....ya....GAGAL TOTAL”. Pencopet sambil menangis haru.
Ya keluargaku kini laksana PASKHAS yang kalah perang dan strategi dengan semboyannya kini.
”NO VIDI, NO VINI, NO VICI dan yang terakhir adalah NO COMMENT. Seperti
perkataan artis-artis yang jaim menghadapi kejaran infotainment. Ya
kini keluargaku sedang mengatakan NO COMMENT pada suara apapun yang
terdengar sambil menundukkan wajahnya. Termasuk suaraku yang tak
digubris. Kuletakkan tas ransel diatas meja tak berkata hanya tertunduk
kini memandangi tas ransel entah sampai kapan. Kami selayaknya
memandangi kue apem yang telah tergeletak selama 5 tahun tak pernah di
makan si empunya. Semuanya hanya memindahkan tangannya dari pipinya
berpindah-pindah sambil menghela nafas panjang yang terdengar
orang-orang yang tidak lulus ujian PNS, ”Huh.......kalah banyak
gue...kasih pelicinnya”. Begitulah kami tanpa sepatah katapun.
Hingga
suara salam memecah kesunyian pagi yang cerah. Seperti lagu Peterpan
yang berganti judul menjadi ”Pagi Yang Gak Ada Cerahnya”. Sebentar
kemudian terdengar suara menggema layaknya lagu Opick, ”Assalamualaikum
ya Akhi ya Ukhti....apa kabar hai saudaraku......semoga Allah
memberkahimu.....”. Sampai lagunya di ulang tiga kali tak ada yang
menjawabnya. Aku membayangkan andai saja Opick yang menyanyikannya dan
harus mengulangnya sampai tiga kali lagu tersebut pasti bisa-bisa
pingsan. Kasihan. Kucoba memecah kebisuan dan kelesuan. Kujawab salam itu. ”Wa’alaikumusalam Wr Wb”.
Alangkah
kagetnya aku. Seperti mercon berbentuk rawit berjumlah sepuluh yang
setelah itu disambung mercon sebesar toples tempat menyimpan emping yang
biasa dipakai ibuku. Kagetku kira-kira sama seperti ini.
”tar....”,
”tar...”, ”tar...”,
”tar...”, ”tar...”, ”tar...”,
”tar...”,
”tar...”, ”tar...”, dan satu lagi suara mercon sebesar toples pasti
berbunyi keras. Kututup kupingku lekat-lekat. Kuyakin suara nuklirpun
tak kan terdengar kini. Benar saja tak terdengar suara. Karena menurut
orang yang ada disekelilingku kini mercon yang paling besar hanya
berbunyi......
”BLEBEK....BLEBEK........”
Ah,
ternyata merconnya sembleb kata anak kecil yang hobi main mercon setiap
bulan puasa tiba. Biasanya anak-anak kecil lainnya kesal bukan kepalang
dan berteriak-teriak menggoda temannya yang baru saja menyalakan
petasan dan berbunyi sembleb. ”Petasan sembleb...petasan
sembleb....petasan sembleb.......”.
Kagetnya
aku. Tiga orang di depan rumahku. Setidaknya ada Pak RT, Pak Sumadji.
Pak RW. Pak Mali dan Pak Lurah, Pak Sundoro. Oh tidak satu orang lagi
baru datang minta di absen olehku. Ternyata Pak Camat ada datang
terlambat terengah-engah nafasnya dan seperti anak murid yang telat
sambil memegangi dengkulnya seperti baru saja dihukum guru olahraga untk
jalan bebek dari depan pagar sekolah dan berkata, ”besok saya gak akan
telat lagi...besok saya gak akan telat lagi....”. Ya Pak Camat, Pak
Mislan bin balbalansindo. Lengkap sudah. Jajaran pemerintahan Grassroad
datang kerumahku entah ada apa. Apa Ayah lupa bayar Pajak sampai di
hampiri seperti ini, atau lupa bayar uang kebersihan selama 10 tahun
yang padahal tiap bulan ditagih bang Ma’un. Ah tidak. Paling enggak aku
yakin keluargaku termasuk teladan karena di 17-an lalu mendapat keluarga
teladan se Kecamatan Duren Sawit. Walaupun hanya karena ibu suka
menanam pohon di depan rumah dan karena tanaman sudah tidak muat di
halaman rumah maka ibu sering membawanya ke Taman Kecamatan dan
menanamnya kesana hampir di setiap akhir pekan. Menurutku penilaian yang
aneh dari juri. Tapi setidaknya sebuah piala ada di rumahku dan
beberapa set alat kebersihan.
”Wa’alaikumussalam Wr. Wb...” lalu kupersilahkan masuk pejabat grassroad itu.
Serentak
sekeluarga kaget melihat pejabat-pejabat hadir di ruang tamu. Ayah dan
Ibu segera berhamburan menyalami layaknya abdi dalem menyalami Raja.
”Monggo toh Pak. Pinarak Rien....”, ayahku berkata
”Ono
opo yo..bapak-bapak pejabat mampir neng ngomah seng ora apik iki?”,
Ibuku berbasa-basi karena aku hapal benar setiap ada tamu akan di sambut
dengan kata-kata tersebut.
Pejabat-pejabat itu pun duduk sambil tersenyum dan berkata layaknya politisi umumnya. ”Terimakasih, Pak Yanto kita hanya silaturahmi saja”.
Aku melihat kebingungan di pejabat-pejabat ini. Untuk mengucapkan
kata-kata tadi saja sampai kikuk. Terlihat jelas saat Pak RT akan
berbicara baru saja akan membuka mulutnya ia menoleh sejenak ke Pak RW,
akhirnya karena tidak enak ada di urungkan niatnya. Pak RW kini punya
hak berkata namun ia menoleh kembali ke Pak Lurah dan juga mengurungkan
niatnya untuk berkata. Pak Lurah seakan merasa dirinya yang harus
mengatakan sesuatu sampai Pak Camat berdehem kecil layaknya menahan
batuk. ”Ehm..Ehm...” akhirnya Pak Lurah Mengerti dan segera berkata
merendah seperti anak kucing yang merelakan induknya menghabiskan Ayam
hasil menguntit di dapur.
”Kami semua datang kesini karena dini hari ditelepon KaPolRes Bekasi mengenai Tas Ransel itu” Ucap Pak Camat.
”Ya,
Tas Ransel yang sempat menggemparkan kampung kita 5 tahun yang lalu”,
Sambung Pak Lurah yang sempat juga mengamati kegemparan salah satu
daerahnya.
Mau
tak mau Ayah bergantian menjelaskan kejadian-demi kejadian dari yang
kami sekeluarga alami tadi malam. Tentang tas Ransel yang selalu saja
sulit di enyahkan dari keluarga kami. Sampai-sampai saat ini pejabat
grassroad kerumahku. Yang menurut kami adalah hal yang amat luar biasa.
”Kami siap membantu..” pejabat-pejabat itu serempak mengulurkan tangan untuk membantu keluarga kami menawarkan sebuah solusi.
”Whooooooosssssss....”
segera angin kutub utara, selatan dan sedikit sejuknya udara puncak
memberikan kesegaran kami sekeluarga. Pejabat GrassRoad akan membantu
kami. Dengan solusinya. Luar biasa dalam hatiku. Lalu ayah bertanya,
”Bagaimana caranya Pak Camat, Pak Lurah, Pak RW, Pak RT”. Dipanggilnya
borongan.
”Bagini
pak kita akan adakan selamatan nanti malam agar tidak ada lagi hal-hal
aneh yang di timbulkan dari tas ransel itu. Sampai merepotkan kita
semua”. Pak Lurah berkata seakan ada unsur magis dari tas Ranselku. Aku
diam saja karena sudah menjadi rahasia umum sejak pemilihan Lurah di
adakan di kampungku selama tujuh hari tujuh malam seluruh kampung yang
di naungi kelurahan harus rela berbau harum campuran kembang tujuh rupa
dan kemenyan. Toch warga lain tak keberatan karena bagi mereka yang
tidak pernah tersentuh minyak wangi di kesehariannya harum itu adalah
berarti harum minyak wangi gratis. Ada-ada saja di pemilihan Lurah di
kampungku.
Selanjutnya
masalah baru muncul dimana akan mengadakan selamatannya?. Kembali lagi
bau birokratis muncul. Saat Pak RT akan menawarkan rumahnya di jadikan
tempat Selamatan kini hatinya tak enak dengan Pak RW. Dan ketika Pak RW
akan menawarkan rumahnya juga di hatinya ada setitik niat yang harus
diurungkan ketika Pak Lurah sudah memajukkan tubuhnya seraya akan
bicara. Dan ketika Pak Lurah baru berucap, ”di....”. Segera Pak Camat
batuk sejadi-jadinya. ”Ughuk...ughukk....ughuk.....biar di rumah saya
saja...”. akhirnya semua rela sudah sambil bengong mengangguk.
”Oke
nanti malam bawa tas ransel itu kerumah. Dan tolong untuk Pak RT, RW
dan Lurah mengundang sekitar 500 orang. Saya tunggu Ba’da Isya. Saya
akan segera menyiapkan segalanya. Oh ya sekali lagi jangan lupa bawa
ranselnya...”. sambil berkata Pak Camat segera Bangkit dan pamit keluar
ruangan di ikuti pejabat teras lainnya.
Alhamdulillah kami sekeluarga agak tenang kini. Nanti
malam semoga menjadi solusi kami untuk mengenyahkan Ransel itu. Pagi
itu seperti pasukan keamanan PBB datang menghampiri kami layaknya tim
basket nasional amerika yang akan memperebutkan medali emas di Olimpiade
China dan di beri nama ”The Dream Team”. Kami memutuskan datang setelah
sholat Maghrib. Berencana sholat Isya disana di rumah Pak Camat.
Beberapa tenda telah dipasang begitu megah. Sound system juga di pasang
lengkap. Kalau melihat suasana yang terang ini seperti ada pernikahan
pembesar tahun ini. Begitu megah. Dan sedikit bangga tentunya
pengantinnya ya Tas Ranselku yang kini kupegang. Namun terkesan magis
sekali tempat yang terang ini. Bau harumnya mirip seperti saat akan ada
pemilihan kepala daerah. Apa mungkin Para Pejabat Grasroad menggunakan
bantuan ........(tuittt...sensor) biarlah ada yang Maha Kuasa.
Sejam
kemudian hampir seribuan orang hadir. Dari ustadz, kiayi, orang tua,
anak muda, mahasiswa, pelajar hadir. Dalam hati kelauargaku apakah benar
samapai tersohornya seperti ini ranselku. Sudahlah tak usah berpikir
terlalu berat. Semoga dengan acara selamatan ini ada hal baik yang
kudapat. Satu jam duduk bersama hampir seribu peserta selamatan akhirnya
usai sudah. Waktunya pulang. TasRanselku masih di dalam kurungan ayam
jago. Seperti besok akan ada pertarungan akbar jawara-jawara Ayam Jago
antar kampung. Tasku dikelilingi kembang tujuh rupa, dan kemenyan. Ah
ada-ada saja Pak Camat. Seperti ada sesuatu yang amat di takuti dari
aura tas ranselku. Tetapi setidaknya ada sedikit solusi. Satu demi satu
peserta pulang menuju rumahnya masing-masing termasuk kami sekeluarga.
Kami berpamitan dengan pejabat teras itu yang kini mereka berbincang
memandangi tas ranselku. Biarlah. Toh kita sekeluarga telah tenang kini.
Malam
ini terasa indah kini layaknya lagu dangdut Elvie Sukaesih yang
berjudul malam, kira-kira aku masih sedikit hapal lyricnya, ”Malam
ini..malam terindah bagi kita...karena ranselku sudah tidak ada...”
hwahaa.....hwahaaaa qe qe qe..... seluruh
keluarga telah lelah dan tujuan utama mereka adalah kamar masing-masing
dann segera berbaring dengan rasa lega tak terkira seperti tim penjinak
bom yang berhasil menjinakkan bom sebesar tabung gas 50 kg. Dan aku,
sambil berbaring kukatakan tim khusus dari PBB berhasil gumamku
mengenyahkan ranselku. Dan aku.......<(-_-)>.
Zzzzzzzz....zzzzzzz....zzzzzz.
* * * * *
Tujuh
hari sudah berlalu. Berarti ibu sudah menanam pohon perdananya setelah
di sibukkan urusan ransel. Rasanya hidup kami sekeluarga kembali normal
seperti biasanya. Bahkan kami siap meraih piala Adipura untuk cabang
keluarga. Sampai suatu pagi saat kami berbincang. Terdengar di depan
rumah suara anak kecil memanggil-memanggilku.
”Mas...mas......mas.....Assalamualaikum......”.
Kulihat
segera, ya seorang anak kecil dengan kantong kresek hitam besar di
tangannya yang halus dan terlihat terengah-engah nafasnya. Kutanya
segera padanya, ”Ada Apa dik sepertinya ada sesuatu yang mau
disampaikan.”
””Ini
mas mau mengembalikan ini...kata ayah semenjak ada benda ini
proyek-proyek ayah gak pernah tembus selalu di hadang dan ada
halangannya. Ayah menyuruh mengembalikan dan berpesan kalau bisa segera
di buang benda ini”.
Diletakkan
plastik kresek besar warna hitam di hadapanku. Tanpa permisi anak kecil
itu segera berbalik dan bersiap seperti sprinter 100 m. Saa bunyi
tembakkan terdengar segera hilang di balik gang-gang. Aku makin gusar
dengan isi barang ini. Dan siapa sebenarnya anak tadi. Kugapai kresek
itu dan alangkah terkejutnya. Aku segera menangis sedikit meronta saja.
Mengeluarkan air mata seperti bintang-bintang sinetron masa kini yang
sedang berakting menangis namun dengan bantuan obat tetes mata agar
terlihat sungguhan. Bedanya aku berakting sungguhan artinya sedih
beneran.
Seperti
baru saja melihat setan mata tiga, segera ku ucapkan secara spontan,
”Astaghfirullahal’adzim”. ”he he..he he hiks..hiks (menangis)” keluaraku
segera berhamburan dan membuka isi kantong plastik besar yang
baru saja kulihat dan nasibnya sama dimulai dari ayahku. Dan ia
menangis jaim. Kemudian ibuku penasaran dilihatnya dan menangislah ibuku
menjerit. Kemudian kakakku dan adikku yang janjian untuk membuka dan
melihatnya bersamaan. Akhirnya bernasib sama. Menangis tersedu layaknya
habis putus cinta. Dan kami sekeluarga menangis dalam pelukan bersama
sambil memandangi tas ransel berbungkus kresek hitam......
”hiks...hiks..hiks...hweeeeee ’e ’e ’e..hiks...hiks...hiks....hweheeeee’e ’e ’e”
Dan kami sekeluarga terlarut kembali dalam kisah pilu sebuah tas ransel penuh kenangan......(bersambung ke lanjutan ke 3)
- al iyan –
- untuk semua orang agar kembali tersenyum hari ini –
- rumah ide – rawadas – 04 February 2008 -
- 02.53 –
--------------------------------------
Artikel adalah original buatan saya, karena Multiply akan menghapus feature BLOG
maka saya pindahan content Blog Multiply saya ke Blogspot ini.
Source: http://ya2nya2n.multiply.com
No comments:
Post a Comment